Sabtu, 25 Agustus 2012

Pemasok fospat di lahan pertanian.

Di Jepang, bunga matahari tak sekadar tanaman hias dan solusi mengatasi radiasi nuklir. Ia diandalkan sebagai pemasok fospat di lahan pertanian.
Itulah pemandangan di kawasan pertanian Shonai, Yamagata Prefecture, kawasan Barat-Laut Pulau Honshu, Jepang. Kawasan ini dikenal sebagai sentra produksi kedelai varietas dadachamame. Di sana bunga matahari Helianthus annus ditanam pada lahan yang bersisian dengan lahan kedelai yang tumbuh subur. Bunga matahari ditanam berjarak 75 cm x 30 cm.
Pasca gempa-tsunami yang mengakibatkan bocornya PLTN Fukushima, banyak lahan pertanian di Jepang tak lagi dapat diolah. Terutama di bagian Timur pulau Honshu, meliputi provinsi Fukushima dan Ibaraki. Tanah pertanian di sana tercemar bahan radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir. Penanaman bunga matahari pun mulai digiatkan untuk menyerap bahan radioaktif dari tanah.
Tapi di kawasan Shonai bunga matahari ditanam dalam skala luas semata-mata untuk penyubur tanah. Isu radiasi tak menjadi momok bagi petani di sini. Jarak antara Fukushima – Shonai cukup jauh, sekitar 200 km. Gunung Gassan yang menjulang setinggi 1800 m dpl serta pebukitan yang berjejer di antara kedua wilayah menjadi sekat radiasi. Radiasi dalam jumlah kecil tetap saja terdeteksi, berkisar 0,042 microsievert/jam. Angka ini dianggap setara dengan tingkat radiasi alami yang dipancarkan batuan di kerak bumi.
Menurut Soma Kazuhiro, petani organis pendiri Gassan Pilot Farm, bunga matahari ditanam pada bentang yang luas—setara dengan luasan kedelai—sebagai bagian dari pergiliran tanaman. Namun begitu bunga matahari tua, ia dibabat begitu saja tanpa dipanen bijinya. Lazimnya bunga matahari dipanen sebagai bahan pangan atau ekstrak minyak. Biomassa bunga matahari dibiarkan membusuk di lahan sebagai pemasok fosfat pada musim berikutnya. Itulah teknik bertani organik untuk memenuhi kebutuhan fosfat kedelai dan tanaman lainnya.

Gilir Tanam

Sejatinya dulu kawasan itu bukan sentra pertanian organik. Semula saat lulus Fakultas Pertanian Universitas pada 1970 Soma Kazuhiro juga menggunakan pupuk anorganik dan pestisida sintetik. Ia baru beralih ke pertanian organik ketika lahir keinginan tak ingin putranya yang saat itu masih balita mengkonsumsi pangan dari hasil pertanian yang menyisakan residu beracun. Niat Soma gayung bersambut karena bertemu juga dengan sekelompok calon konsumen yang menginginkan makanan sehat dan bebas pestisida sintetik.
Proyek pertanian organik yang ia namai Gassan Pilot Farm pun dimulai di lahan sewaan seluas 5 ha yang tandus dan berbatu. Ternyata sekadar bertani organik boros dan melelahkan. Contoh kebutuhan kompos per tahun mencapai 500 ton alias 100 ton per ha. Padahal hasil panen semua jenis tanaman hanya 200 ton atau 40 ton per ha. Perbandingan antara masukan dan hasil panen sangat tak seimbang.
“Ternyata bertani organik bukan hanya memakai pupuk organik. Saya sadar hal terpenting dalam bertani tanpa bahan sintetis adalah pergiliran tanaman,” tutur Soma. Ia lalu belajar teknik pergiliran tanaman tradisional Jepang dengan menggali pengetahuan petani-petani tua di sekitar Shonai. Fakta itu mirip dengan di tanahair. Sebetulnya bertani organik di Jepang pun sebuah ilmu tua yang dipraktekkan turun temurun sebelum era modern. Ia pun mulai meniru budidaya bergilir padi, keluarga kentang, keluarga kubis, lobak merah (turnip), wortel, dan kacang terutama kedelai.
Dengan rotasi itu Soma menghemat kompos 50%, tanpa mengurangi hasil panen. Produksi beras (bukan lagi gabah, red) rata-rata 4,5 ton per hektar per musim tanam. Sayang, rotasi pun ternyata tak berjalan mulus meski hasil panen stabil. Lambat laun Soma Kazuhiro menemukan gejala tak normal pada sebagian tanaman budidaya, terutama tumbuhan sesayur buah yang sekerabat dengan kentang. Pertumbuhan terung dan tomat cenderung melambat, berpostur pendek, berbatang kurus dan lemah. Tampak pula rona kebiruan pada daun. Sebagian buah berukuran kecil dan berwarna tak cerah. Tanda-tanda itu ia kenali sebagai gejala kekurangan unsur hara fosfat (P).
Usut punya usut lahan di Gassan Pilot Farm banyak mengandung unsur alumunium (Al). Alumunium terlarut dalam bentuk Al3+ punya kemampuan mengikat fosfat yang ditaburkan ke tanah. Fosfat pun terikat dalam bentuk senyawa alumunium phospat (AlPO4) yang mengendap dan tak larut. Fospat dalam bentuk tersebut tak dapat diserap akar tanaman. Akibatnya tanaman kurang mendapat pasokan fosfat.
Menambah konsentrasi batuan fosfat atau fosfat anorganik ke dalam tanah juga bukan jawaban. Bila kebanyakan fosfat cenderung mengendap dan membentuk lapisan yang keras. Ia lantas mencari cara lain sebagai solusi. Dari sebuah buku “Explicit Green Manure Plant” ia menemukan ilham memanfaatkan bunga matahari sebagai pupuk alami sumber fosfat.
Soma Hajime, putra Soma Kazuhiro yang kini memimpin Gassan Pilot Farm mengemukakan hasil penelitian sebuah universitas di Jepang. Ada banyak mikroorganisme yang mampu melepas ikatan Al pada P yang disebut mikroorganisme pelarut fosfat. Mikroorganisme organisme itu terbagi dalam dua kelompok besar yakni, bakteri dan fungi. Ternyata perakaran anggota keluarga kenikir-kenikiran itu selalu didomplengi jamur atau fungi Mycorrhiza Vesicular-Arbuscular (MVA). Mycorrhiza yang berasosiasi dengan bunga matahari termasuk tipe yang mampu melepaskan fosfat yang terikat alumunium. Ia mengeluarkan beragam asam organik dan enzim sehingga P terlepas lalu dapat diserap tanaman inang.
Sejak itu Gassan Pilot Farm menggilir lahan pascatanaman utama dengan bunga matahari. Biomassanya—biasanya berumur 4 bulan bulan pascatanam—dibiarkan membusuk dan terurai menyediakan fosfat siap serap bagi tanaman. Sejatinya teknik itu mirip dengan mengistirahatkan (bera) tanah dalam teknik pertanian tradisional di beberapa wilayah di Indonesia. Bedanya dalam masa istirahat lahan ditanami tanaman yang dapat memulihkan lahan yang “lelah” berproduksi.
“Meski ia bagian dalam pergiliran tanaman, periode penanamannya bisa 10 tahun sekali. Tapi di negeri tropis, bisa saja ditanam dengan frekuensi yang lebih sering dan periode tanam yang lebih singkat,” tutur Hajime Soma.

Layak Tiru
Bungamatahari sebagai pemasok fungi pelarut fosfat mengundang decak kagum Yukiko Oyanagi. Staff ahli pertanian di Asian Rural Institute itu mengaku baru mengetahui hal itu. “Saya sudah berkeliling ke pertanian organik di banyak negara di seluruh Asia dan Pasific, tapi baru menemukan di sini. Ini sebuah terobosan yang ramah lingkungan,” katanya. Ia juga mengakui kondisi tanah jepang banyak mengandung unsur logam seperti alumunium dan besi. Penyebabnya bahan induk tanah kebanyakan berasal dari muntahan material gunung berapi yang banyak terdapat di Jepang.
Kondisi alam Jepang bisa dikatakan serupa dengan di tanahair. Negeri Matahari Terbit itu berada di jalur pegunungan berapi (ring of fire) dan tanahnya cenderung masam. Pada tanah masam, fosfat yang dapat diserap tanaman akan sangat kecil meski diberikan masukan berlimpah dari luar. Fosfor akan terikat oleh alumunium (AlPO4), besi (FePO4), dan kadang terikat oleh mangan (MnPO4).
Di tanah air jenis tanah masam seperti Ultisol, Alfisol, dan Entisol pun banyak mengandung Alumunium terlarut. Bukan tidak mungkin teknik ala pertanian Shonai, Jepang, dapat diadopsi di Indonesia. Ia tentu tak hanya menyuburkan tanah secara alami. Lahan pertanian pun bakal terlihat cantik.
Memang yang cantik selalu cocok buat petani. Ahahaha!
#Juga dimuat Trubus edisi November 2011

Bunga matahari

Akarnya ibarat reaktor pupuk dan hormon sekaligus
Itulah akar tanaman titonia Tithonia diversifolia yang dulu dianggap gulma. Di perakaran titonia ternyata hidup jutaan cendawan dan bakteri pelarut kalium dan fospat. Sebut saja bakteri kelompok Azotobacter sp dan Azospirillum sp. Mahluk supermini itu melarutkan kalium dan fospat yang umumnya mengendap dalam tanah serta menambat nitrogen dari udara.
Anggota keluarga Asteraceae itu pun muncul menjadi tanaman ajaib. Ia mampu menolong pekebun yang kesulitan pupuk buatan pabrik karena langka dan mahal. Belakangan terungkap bakteri di zona perakaran titonia juga menghasilkan fitohormon seperti auksin, giberelin, dan sitokinin. Akar tithonia juga terinfeksi cendawan mikoriza yang mampu memperluas zona perakaran. Mikoriza ibarat penambang hara sehingga tanaman efektif menyerap hara.
Serangkaian riset di Universitas Andalas, Padang, selama 11 tahun membuktikan titonia tak sekadar pupuk hijau biasa. Anggota keluarga kenikir-kenikiran itu mengalahkan pupuk hijau dari keluarga legum yang kaya rhizobium bakteri penambat N. Selama ini keluarga legum disebut pupuk hijau terbaik. Kini tithonia—dengan mikoriza, azospirillum, dan azotobacter—lebih unggul karena menyediakan nitrogen, kalium, fosfat plus fitohormon sekaligus.
Lebih unggul
Penelitian di Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, juga menunjukkan tithonia lebih baik ketimbang pupuk kandang kotoran sapi dan kotoran ayam. Bahkan kipahit itu lebih unggul dari 100% pupuk pabrik. Tengok saja kombinasi 4 ton kompos tithonia, 2 ton kapur, dan 50% pupuk pabrik—yang biasa dipakai petani jagung—menghasilkan panen 9,8 ton biji/ha. Sementara tanpa titonia dengan 100% pupuk pabrik hanya 9,6 ton biji per ha. Artinya titonia mampu menghemat 50% pupuk pabrik tanpa mengurangi hasil.
Hasil jagung dengan titonia itu jauh lebih tinggi dari panen pekebun di daerah setempat yang hanya 4,6 ton biji/ha. Maklum, pekebun di sana umumnya belum mengenal kapur dan kompos titonia dalam menanam jagung. Ketika titonia pada kombinasi itu diganti 5 ton kotoran sapi dan 5 ton kotoran ayam, maka hasil panen masing-masing hanya 7,9 ton dan 9,2 ton. Riset lain pada melon, padi, dan sawit pun menunjukkan hasil serupa: tithonia lebih unggul dari kotoran sapi, kotoran ayam, dan 100% pupuk pabrik. Ia juga dapat menghemat 50% pupuk pabrik.
Laporan beragam riset itu jelas kabar gembira buat pekebun. Selama ini penyediaan kotoran sapi dan kotoran ayam sebagai pupuk organik jadi kendala karena pasokan terbatas. Hanya kebun yang berdekatan dengan peternakan saja yang mudah memperolehnya. Mengangkut 5 ton—setara 1 truk—pupuk kandang dari peternakan ke kebun menjadi lebih mahal dibanding pupuk pabrik yang lebih sedikit, 100—200 kg. Berbeda dengan titonia yang dapat ditanam sebagai pagar kebun seluas 1/5 luas kebun dan dapat dipanen setiap 2 bulan.
Mudah tumbuh
Bunga matahari meksiko (mexico sunflower)—sebutannya di mancanegara—itu mudah tumbuh dengan setek atau biji. Pertumbuhannya cepat dengan biomassa yang besar: akar banyak, batang lembut, dan daun banyak. Ia dapat ditanam sebagai pagar di sekeliling kebun atau pagar lorong di antara guludan. Dengan luasan titonia 1/5 dari luas kebun dapat memasok pupuk untuk 4/5 kebun yang diusahakan. Sebagai contoh pada lahan seluas 1 ha ditanam pagar titonia seluas 2.000 m2.
Dari lahan seluas itu dapat dipanen 30—35 ton tithonia segar dalam setahun atau setara 6—7 ton bahan kering. Karena pertumbuhan tunas cepat, ia dapat dipanen bertahap setiap 2 bulan untuk dibuat kompos. Bahan organik itu setara 185 kg nitrogen, 20 kg posfat, dan 186 kg kalium. Jumlah nitrogen itu jelas lebih tinggi dari dosis rekomendasi pupuk urea pada jagung sebesar 300 kg urea/ha atau setara 138 kg nitrogen.
Sayang, tanaman ajaib itu belum banyak dipakai sebagai pupuk organik di tanahair. Padahal di Sumatera Barat tithonia banyak tumbuh di tepi jalan dan lahan telantar sebagai gulma pengganggu. Contohnya di sepanjang jalan dari Padang menuju Solok, Bukittinggi, serta Sitiung. Di tepi jalan banyak tithonia tumbuh subur. Orang Minang menyebutnya sebagai bunga pahit. Sementara di Jawa Timur dikenal sebagai pahitan dan di Jawa Barat, kipahit. Laporan penelitian di mancanegara menyebut hanya Kenya, negara yang paling banyak menggunakan tithonia sebagai pupuk hijauan.
Baru setahun belakangan Syamsul Asinar Radjam, pekebun sayur mayur di Sukabumi, Jawa Barat, melaporkan di blog pribadi, kompos kipahit lebih unggul ketimbang kompos sayur mayur, rerumputan, cebreng, dan jerami. Menurutnya lahan yang disebarkan kipahit lebih gembur. Cacing yang dikenal memperbaiki kesuburan tanah pun lebih banyak ditemukan dibanding yang disebar pupuk organik lain. Kelak, anggota keluarga kenikir-kenikiran itu bakal menemani hijauan dari keluarga legume sebagai pupuk hijau sahabat pekebun. (Prof Nurhayati Hakim, Guru Besar di Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas dan Destika Cahyana SP, praktikus pertanian di Jakarta)
#Tulisan ini disalin dari satu Artikel di Trubus

Jumat, 24 Agustus 2012

Mikroorganisme yang bermanfaat untuk pertanian


Pupuk Hayati adalah nama kolektif untuk semua kelompok mikroba tanah-bakteri, cendawan, mikoriza-sebagai penyedia hara dalam tanah. Intinya pupuk hayati adalah biang hara berbahan organisme hidup yang berfungsi bagi tanaman. Dapat diartikan juga sebagai pupuk yang berisi beragam mikroba yang bermanfaat untuk tanaman, cara kerja pupuk ini adalah dengan menyemprotkan pupuk yang berisi mikroba tadi ke perakaran tanaman (biasanya dekat pangkal batang), mikroba tadi akan membantu menyediakan unsur yang diperlukan tanaman dengan melarutkan unsur dalam tanah sehingga dapat diserap tanaman, ada pula yang berfungsi membantu dekomposisi bahan organik, bahkan ada yang berfungsi sebagai bio pestisida, karena itulah penggunaan pupuk hayati ini dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik.

Acetobacter sp, penghasil vitamin dan fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman.
Actinomycetes sp,
Aeromonas puncata,
Alcaligenes sp,
Aspergillus niger, pelarut phospat
Azospirillum lipoverum, penambat N, pelarut P, penghasil vitamin dan fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman
Azotobacter beijerinckii, penambat N, pelarut P, penghasil vitamin dan fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman
Bacillus cereus, pelarut phospat
Bacillus megatherium, pelarut phosphat dari ikatan phospor dengan mineral liat
Bacillus mojavensis, bersama Streptomyces meningkatkan kemampuan tanah memegang air dan hara
Bacillus penetrans, biasa nempel di kutikula larva, betina, dewasa, telur Meloidogyne incognita (penyebab puru akar pada tanaman tomat, kubis, buncis, dan kentang).
Bacillus polymyxa, pelarut phospat.
Bacillus subtilis, pelarut phospat
Bacillus thuringiensis, menginfeksi hama melalui kulit tubuhnya
Beauveria bassiana, mengatasi hama walang sangit, wereng coklat, kutu
Bradyrizobium sp,
Flavobacterium sp, pelarut phospat
Gliocadium sp, mengatasi penyakit tular tanah (Phytium sp)
Glomus agregatum, menaikkan produksi bawang merah
Lactobacillus sp, penghasil enzim selulosa yang membantu penguraian bahan organik.
Metharizium anisopliae, jamur menginfeksi hama melalui kulit tubuhnya
Methylobacterium sp, penghasil vitamin dan fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman.
Nitrosococcus sp, mengubah amonia menjadi N yg dpt diserap tanaman (NH4+ & NO3‾)
Nitrosomonas sp, mengubah amonia menjadi N yg dpt diserap tanaman (NH4+ & NO3‾)
Penicillium sp, pelarut phospat dari ikatan phospor dengan mineral liat
Pseudomonas fluorescens, mengatasi penyakit tular tanah (Phytium sp).
Pseudomonas striata, pelarut phospat, penghasil vitamin dan fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman
Rizobium sp, menambat N setelah menginfeksi akar tanaman (simbiotik), menaikkan produksi kedelai
Saccaromyces sp, perombak selulosa
Serratia sp, penghasil vitamin dan fitohormon (ZPT) yang dibutuhkan tanaman
Streptomyces sp, bersama Bacillus mojavensis meningkatkan kemampuan tanah memegang air dan hara
Thiobacillus sp,
Tricoderma harzianum, mencegah cendawan patogen seperti Plasmodiophora brassicae (akar gada) dan Fusarium sp menyebar di sekitar tanaman
Vertisillium sp, pelindung tanaman dari hama kutu putih

Bagaimana cara kerja Bakteri Penambat Nitrogen ?
- Non Simbiotik,
Bakteri memakan C dlm tanah sbg energi dan menghasilkan enzim nitrogenase, N dr udara diikat enzim nitrogenase dan dirubah menjadi amonia (Azospirillum & Azotobacter). Amonia dirubah menjadi N yg dpt diserap tanaman yaitu NH4+ & NO3‾ (Nitrosococcus & Nitrosomonas)
- Simbiotik
Bakteri menginfeksi akar tanaman terlebih dahulu, bakteri memakan C dlm tanah sbg energi dan menghasilkan enzim nitrogenase, N dr udara diikat enzim nitrogenase dan dirubah menjadi amonia (Rizobium)

Bagaimana cara kerja Bakteri Pelarut Phospat ?
- Melepas Asam organik
Bakteri pelarut fosfat melepas sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartarat, sitrat, dan laktat. Berikutnya asam-asam organik itu bereaksi dengan pengikat fosfat seperti aluminium, besi, kalsium, dan magnesium. Asam organik mendesak pengikat itu sehingga fosfat terlepas dan mudah diserap tanaman,
- Melepas Enzim
Bakteri pelarut fosfat melepas enzim fosfatase dan fitase. Fosfatase melepas P yang terikat unsur anorganik (Ca dan Al) dan fitase melepas P yang terikat pada bahan organik. Bakteri pelarut P umumnya juga mampu melarutkan kalium (K) dalam tanah yang terdapat pada mineral tanah.

Jumat, 10 Agustus 2012

Pembuatan PGPR dan PESNAB

PEMBUATAN PGPR

( Plant Growth Promoting Rhizobacter )
PGPR merupakan pupuk organik yang memanfaatkan kerja dari bakteri perakaran. Dimana PGPR ini dimaksudnya sebagai pupuk untuk merangsang pembentukan akar tanaman terutama pada fase vegetative dan pembenihan. PGPR ini mengambil bakteri perakaran dari simbiosis akar dengan bakteri.
Bahan – bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan PGPR :
1.      Akar bambu, akar ini banyak mengandung bakteri PF ( Pseudomonas Flouren ), dimana bakteri ini bisa meningkatkan kelarutan P dalam tanah.
2.      Akar Kacang, di akar kacang ada simbiosis dari bakteri Ryzobium dengan bintil – bintil akar kacang yang berfungsi untuk meningkatkan kelarutan N dalam tanah.
3.      Akar Rumput Gajah / Jagung, akar ini bisa bersimbiosis dengan jamur Mikoriza yang bisa meningkatkan unsure mikro tanah yaitu Mg, Cu, Mn, Fe dll.
Proses pembuatan PGPR
1.      Proses penginokulasian bakteri
Bahan A
-          Akar dibersihkan dan dipotong kecil – kecil, kemudian direndam dengan tetes 250ml + air 2 liter biarkan selama 3 hari.
2.      Proses pembuatan Nutrisi untuk bakteri dan fermentasi
Bahan B
-          Bahan – bahannya adalah : Tetes 1 liter, dedak 1 Kg, terasi 0,5gr, semua bahan tersebut dimasak, setelah dingin campur dengan 1 liter air leri ( air cucian beras )
3.      Proses pencampuran inokulasi dengan makanan
-          Bahan A dicampur dengan bahan B dalam kondisi dingin.
-          Kemudian disaring dan dimasukkan dalam jurigen 30 liter.
-          Larytan dalam jurigen difermentasi selama 1 minggu, tiap 2 hari sekali dibuka dan di aduk.
PGPR yang sudah jadi member aroma khas akar segar. Di Desa Banjarsari dilakukan penyemprotan PGPR pada tanaman umur 7 HST, 25 HST yang memberikan dampak akar padi lebih kuat dan berserabut, di banding dengan yang tidak menggunakan PGPR. Dan lebih tahan terhadap serangan jamur dan bakteri di musim hujan ini.
PESTISIDA NABATI
Kelompok tani banjarsari pada di adakan penyuluhan pembuatan pestisida nabati, karena di sawah petani banjarsari sudah banyak terserang hama seperti :
1.      Ulat penggulung daun, ulat bulu
2.      Keper / kepik / penggerek
3.      Antisipasi wereng
4.      Yuyu
Untuk itu kelompok tani sepakat membuat pestisida nabati secar masal dan dibagikan ke semua anggota kelompok tani.
Bahan – bahan yang digunakan untuk pembuatan pestisida nabati adalah :
1.      Daun Mimba 2 Kg
2.      Biji Mimba 2 Kg
3.      Daun Sirsak 2 Kg
4.      Daun Pepaya 2 Kg
5.      Daun Kapuk Duri ( bergetah ) 2 Kg
Semua bahan dihaluskan, kemudian direbus dengan air sebanyak 30 liter selama 1 jam. Setelah dingin kemudian dicampur dengan EM4 dan difermentasi selama 1 minggu.
Untuk aplikasi disawah yaitu 1 liter pestisida nabati dicampur dengan 10gr sabun colek dan 20 liter air. Disemprotkan pada pagi hari sebelum jam 08.00 WIB dan sore setelah jam 17.00 WIB.
Pestisida nabati yang di aplikasikan oleh kelompok tani Banjarsari memang tidak langsung membunuh hama seperti obat insectisida, tapi bisa mengurangi populasi hama.
Keunggulan Pestisida Nabati adalah :
1.      Memberikan rasa pahit pada tanaman sehingga mengurangi daya makan dari hama.
2.      Mengganggu proses metamorphosis pada serangga.
3.      Ramah lingkungan, bisa di uraikan tanah dan bisa bersifat pupuk.
4.      Tidak memberikan efek kekebalan pada hama.

 

MEMBUAT PGPR (PLANT GROW PROMOTING RHIZOBACTERIA) DENGAN MUDAH

 


PGPR atau Plant Growth Promoting Rhizobakteri adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini akan sangat menguntungkan. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya. Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Selain itu PGPR juga meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi dan tembaga. PGPR juga bisa memproduksi hormon tanaman, menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan serta mengontrol hama dan penyakit tumbuhan. Adapun cara pembuatan PGPR adalah:

ALAT DAN BAHAN:
  1. 100 gr akar bambu
  2. 400 gr gula pasir
  3. 200 gr trasi
  4. 1 kg dedak halus
  5. 10 lt air
  6. Penyedap rasa secukupnya
CARA MEMBUAT:
  1. Rendam akar bambu dalam air matang dingin 2-4 hari
  2. Rebus bahan 2 s/d 6 sampai memdidih selama 20 menit
  3. Setelah dingin masukkan semua bahan kedalam jerigen dan tutup rapat
  4. Buka dan kocok-kocok sehari sekali
  5. Setelah 15 hari PGPR siap digunakan
CARA MENGGUNAKAN:
  1. Saring PGPR
  2. Campurkan 1 lt PGPR ke dalam air 1 tangki
  3. Semprotkan PGPR tersebut ke lahan yang belum ditanami
  4. Ulangi penyemprotan setiap 20 hari sekali
Sumber : http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/membuat-pgpr-plant-grow-promoting.html

Pestisida Organik


Daun Sirsak (Nangka Belanda) ternyata dapat digunakan sebagai bahan pestisida organik untuk mengendalikan Hama Thrips pada tanaman Cabai.Caranya :50 – 100 lembar daun sirsak dihaluskan (boleh pake blender) dan dicampur dengan 5 liter air kemudian didiamkan selama sehari semalam, rendaman tersebut kemudian disaring dengankain.1 liter hasil saringan dapat dicampurkan dengan 1 tangki semprot ukuran 17 liter, dan gunakanuntuk menyemprot tanaman cabe, Thrips pun akan lenyap.

Selamat mencoba

SRI (System of Rice Intensification)

SRI merupakan singkatan dari System of Rice Intensification, suatu sistem pertanian yang berdasarkan pada prinsip Process Intensification (PI) dan Production on Demand (POD). SRI mengandalkan optimasi untuk mencapai delapan tujuan PI, yaitu cheaper process (proses lebih murah), smaller equipment (bahan lebih sedikit), safer process (proses yang lebih aman), less energy consumption (konsumsi energi/tenaga yang lebih sedikit), shorter time to market (waktu antara produksi dan pemasaran yang lebih singkat), less waste or byproduct (sisa produksi yang lebih sedikit), more productivity (produktifitas lebih besar), and better image (memberi kesan lebih baik).

SRI ditemukan oleh Pendeta Madagaskar Henri de Laulanie sekitar tahun 1983 di Madagaskar. SRI lahir karena adanya kepedulian dari Laulanie terhadap kondisi petani di Madagaskar yang produktivitas pertaniannya tidak bisa berkembang. Berangkat dari keterbatasan sarana yang Laulanie bisa perbantukan pada petani (yang terdiri atas keterbatasan lahan, biaya dan waktu), ia kemudian bisa membantu melipatgandakan produktivitas pertanian sampai suatu nilai yang mencengangkan. Sampai tulisan ini dibuat, terdapat banyak penelitian yang mencoba mengungkap ‘misteri’ dibalik keberhasilan Laulanie.
Metode SRI

Keterbatasan Laulanie dalam membantu petani kemudian menjadi metode pokok SRI. Metode ini terdiri atas 3 poin utama, yaitu:
Pertama. Penanganan bibit padi secara seksama. Hal ini terdiri atas, pemilihan bibit unggul, penanaman bibit dalam usia muda (kurang dari 10 hari setelah penyemaian), penanaman satu bibit per titik tanam, penanaman dangkal (akar tidak dibenamkan dan ditanam horizontal), dan dalam jarak tanam yang cukup lebar.

Bagi yang telah terbiasa menanam padi secara konvensional, pola penanganan bibit ini akan dirasakan sangat berbeda. Hal ini karena metode konvensional memakai bibit yang tua (lebih dari 15 hari sesudah penyemaian), ditanam sekitar 5-10 bahkan lebih bibit per titik tanam, ditanam dengan cara dibenamkan akarnya, dan jarak tanamnya rapat.

Perbedaan metode penanganan bibit padi metode SRI terhadap metode konvensional dapat dijelaskan oleh penjelasan sebagai berikut,
  1. Mengapa ditanam muda? Hal ini dijelaskan oleh Katayama, yaitu melalui teori Pyllochrone. Katayama mengungkapkan bahwa penanaman bibit pada usia 15 hari sesudah penyemaian akan membuat potensi anakan menjadi tinggal 1/3 dari jumlah potensi anakan. Hal ini berarti, SRI menambah potensi anakannya sekitar 64%.
  2. Mengapa ditanam satu bibit per titik tanam? Hal ini karena tanaman padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup agar dia dapat mencapai pertumbuhan optimal. Analoginya adalah satu kamar kost untuk satu mahasiswa. Penambahan jumlah mahasiswa yang tinggal dalam kamar kost akan menyebabkan adanya persaingan dalam memanfaatkan fasilitas di dalam kamar kost tersebut. Begitu juga dengan padi, ketika ditanam secara banyak, maka akan terjadi persaingan untuk mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya dalam suatu titik atau area tanam.
  3. Mengapa ditanam dangkal ? Hal ini bertujuan untuk memacu proses pertumbuhan dan asimilasi nutrisi akar muda. Jika ditanam terbenam, maka akan timbul kekurangan oksigen yang menimbulkan peracunan akar (asphyxia), dan gangguan siklus nitrogen yang dapat menyebabkan pelepasan energi, produksi asam yang tinggi serta tidak adanya rebalance H+ sehingga terjadi destruksi sel akar dan pertumbuhan struktur akar menjadi tidak lengkap. Semua akibat dari penanaman dengan cara dibenamkan akar memangkas potensi akar sampai menjadi ¼ nya saja.
  4. Mengapa ditanam dalam jarak yang cukup lebar? Hal ini untuk menjamin selama proses tumbuhnya padi menjadi padi siap panen, seluruh nutrisi, udara, cahaya matahari, dan bahan lainnya tersedia dalam jumlah cukup untuk suatu rumpun padi.

Kedua. Metode pokok SRI yang kedua adalah penyiapan lahan tanam. Penyiapan lahan tanam untuk metode SRI berbeda dari metode konvensional terutama dalam hal penggunaan air dan pupuk sintetis (untuk kemudian disebut pupuk). SRI hanya menggunakan air sampai keadaan tanahnya sedikit terlihat basah oleh air (macak-macak) dan tidak adanya penggunaan pupuk karena SRI menggunakan kompos. Sangat berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan air sampai pada tahap tanahnya menjadi tergenang oleh air serta pemupukan minimal dua kali dalam satu periode tanam.

Mengapa demikian ? Tanah yang tergenang air akan menyebabkan kerusakan pada struktur padi sebab padi bukanlah tanaman air. Padi membutuhkan air tetapi tidak terlalu banyak. Hal lain yang ditimbulkan oleh proses penggenangan adalah timbulnya hama. Secara alamiah, seperti padi liar yang tumbuh di hutan-hutan, hama dari padi memiliki musuh alami. Untuk padi liar, yang hidup di tanah kering, musuh alami hama padi dapat hidup dan menjaga kestabilan dengan memakan hama tersebut. Ketika padi hidup di tanah yang tergenang, maka musuh alami hama padi tidak dapat hidup sedangkan hama padi dapat hidup. Bahkan, hal ini memacu adanya hama padi baru yang berasal dari lingkungan akuatik.

Pemupukan dua kali, pada awal periode tanam dan saat ditengah-tengah periode tanam memiliki dampak yang kurang signifikan dalam menjaga ketersediaan nutrisi untuk padi. Pemupukan menggunakan pupuk sintetis memang memiliki kecepatan transfer nutrisi yang cepat, tetapi hal ini tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh padi yang berusia muda karena padi tersebut hanya membutuhkan nutrisi yang relatif sedikit. Lalu sisa dari nutrisi tersebut tidak termanfaatkan bahkan dapat terbawa oleh aliran air (karena lahan tanam tergenang). Analogi dari hal tersebut adalah bayi yang diberi makanan dengan jatah 25 tahun (jika umur hidupnya 50 tahun). Tentu saja makanannya tidak termanfaatkan.
Ketiga. Prinsip ketiga dalam metode SRI adalah keterlibatan mikroorganisme lokal (MOL) dan kompos sebagai ’tim sukses’ dalam pencapaian produktivitas yang berlipat ganda. Dalam hal ini peran kompos sering disalahartikan sebagai pengganti dari pupuk. Hal ini salah, karena peran kompos lebih kompleks daripada peran pupuk. Peran kompos, selain sebagai penyuplai nutrisi juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh padi secara optimal. Konsep bioreaktor adalah kunci sukses dari SRI. Bioreaktor yang dibangun oleh kompos, mikrooganisme lokal, struktur padi, dan tanah menjamin bahwa padi selama proses pertumbuhan dari bibit sampai padi dewasa tidak mengalami hambatan. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks, fungsi yang telah teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi sesuai POD melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan padi, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan padi, bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang padi.
Engineering Approach (Pendekatan Rakayasa Teknik)

Lalu bagaimana dengan pendekatan engineering dalam SRI ? Perlu diketahui bahwa SRI menjadi kontroversi karena konsep dalam bidang pertanian tidak dapat menjelaskan mengapa SRI dapat memberikan hasil yang berlipat ganda. Dr. Mubiar Purwasasmita, mengatakan bahwa pendekatan yang harus dilakukan adalah melalui konsep PI dan POD yang sangat dikenal dalam dunia engineering.
Apa itu PI ?

Konsep PI yang menjadi acuan dalam perkembangan industri dunia, merujuk pada proses dalam skala yang semakin kecil. Menurut PI, proses yang dapat dilangsungkan dalam skala yang semakin kecil akan berlangsung lebih efektif dan efisien. Hal ini dapat dipahami karena mass and heat transfer akan berlangsung lebih baik pada skala yang lebih kecil. Hal ini adalah konsep yang telah diterima secara luas dalam dunia engineering.

Dalam kaitan dengan SRI, konsep ini diwakili oleh bioreaktor. Bioreaktor SRI adalah perwujudan dari proses-proses yang berlangsung dalam skala yang lebih kecil daripada skala yang digunakan pada pertanian konvensional. Ketika berbicara tentang penanaman padi, seharusnya yang dibahas adalah bagaimana interaksi padi dengan lingkungan sekitarnya terutama mikroba yang menjadi unsur pendukungnya. Jadi, penanaman padi tidak hanya ditinjau dari skala manusia tapi juga dari skala mikroba. Proses yang berlangsung dalam skala kecil pada bioreaktor akan menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan bahan akan lebih maksimal.

Konsep PI kedua adalah using less to produce more yang diwakili oleh metode penanganan bibit dan penanaman padi yang memanfaatkan sumberdaya seminim mungkin. Hal ini tidak dapat berdiri sendiri, karena disisi lain untuk meningkatkan produktivitas maka harus ada elemen produksi yang meningkat. Peningkatan kualitas lahan, bibit serta proses bioreaktor menjadi insurance agar hal ini tercapai.
Apa itu POD?

Konsep POD adalah bagaimana produksi harus sesuai dengan permintaan. Dalam SRI, produksi yang dimaksud adalah nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya. Produksi kebutuhan padi akan sesuai dengan kebutuhan padi saat itu, tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Bagaimana cara bioreaktor mengetahui kebutuhan padi? Caranya adalah dengan eksudat yang merupakan bentuk komunikasi padi dengan bioreaktor. Eksudat ini berlangsung setiap saat yang menjamin bahwa produksi akan sesuai dengan kebutuhan padi. Dengan cara ini, bioreaktor akan menyediakan nutrisi dan sebagainya sesuai kondisi padi. Semua hal tersebut adalah kunci sukses dari SRI.